Pengalaman belajar bahasa Jerman saya dimulai ketika saya sudah berumur 41 tahun. Ya, memang kata orang, di usia segitu sudah tidak gampang lagi kita belajar sesuatu yang baru, apalagi yang namanya belajar bahasa. Apalagi bahasa Jerman! Tapi apa sih yang tidak mungkin bila kita memiliki kemauan?
Berikut ini adalah kisah pengalaman saya belajar Bahasa Jerman yang dimulai dalam awal tahun 2017.
Mengapa saya memulai belajar bahasa Jerman
Cerita pengalaman saya belajar Bahasa Jerman tidak bisa dilepaskan dari alasan mengapa saya belajar Bahasa yang tergolong sangat complicated ini.
Mengapa saya memulai belajar Bahasa Jerman?
Alasan pertama: Karena iseng saja
Ada orang yang belajar Bahasa Jerman sebagai pelajaran wajib di sekolah, ada juga yang karena ingin studi atau bekerja di Jerman, ada yang karena menikah dengan orang Jerman. Kalau saya? Alasan saya sangat sepele, yakni karena iseng saja. Mungkin Anda bertanya, iseng kok seberat itu sih? Orang lain iseng itu makan kuaci atau kepoin sosmed selebritis. Saya kok belajar bahasa? Bahasa Jerman pula!
Ceritanya begini: saya dulunya bekerja full-time di sebuah media ministry di Jakarta. Saya adalah penulis renungan harian kristiani untuk buku renungan harian, radio dan televisi. Tahun 2014 saya resign dan memilih untuk bekerja paruh waktu. Saya menerima pesanan tulisan-tulisan dan juga sempat menghasilkan tiga buku yang diterbitkan Grasindo.
November 2016, saya pulang ke Makassar untuk merawat ibu saya yang sedang sakit parah. Selama sekitar enam bulan saya mendampingi beliau, sampai beliau meninggal dunia dalam bulan April 2017.
Hari-hari dalam enam bulan itu adalah masa-masa yang sangat berat bagi saya. Waktu itu saya seringkali menunggu berjam-jam di ruang tunggu atau bahkan tinggal selama berhari-hari di rumah sakit.
Sebenarnya, pada waktu itu saya sedang menyelesaikan penulisan buku saya yang ketiga. Untungnya editor saya bisa memahami situasi saya, proyek itu kami pending untuk sementara dan saya berfokus kepada ibu saya.
Tapi saya bukan orang yang suka bengong saja tanpa melakukan sesuatu. Membiarkan waktu berlalu begitu saja rasanya sangat sayang. Saya ingin mengisi waktu dengan sesuatu yang bermanfaat, tapi yang “tidak pakai mikir”. Maksudnya, yang tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dan serius. Sebab situasi saya waktu itu saja sudah membuat saya merasa sangat kelelahan secara psikis dan psikologis.
Akhirnya saya memutuskan: “Dalam situasi seperti ini, yang terbaik adalah belajar Bahasa.”
„Hmm, tapi bahasa apa ya?“
Alasan Kedua: Bahasa Internasional untuk Kawasan Eropa
Dalam tahun 2013 saya sempat belajar Bahasa Kanton, sebab saya mencari kerja ke Hong Kong. Tetapi petualangan di Hongkong harus berakhir dan akhirnya saya tidak melanjutkan pelajaran Bahasa Kanton saya. Sempat terpikir untuk melanjutkan pelajaran Bahasa Kanton saja, tapi saya tidak melihat prospeknya buat saya.
Lalu saya melakukan riset kecil-kecilan: bahasa apa sih yang terbaik untuk dipelajari? Saya bosan belajar Bahasa Inggris. Saya ingin yang baru. Dalam pencarian itu saya menemukan bahwa ada dua Bahasa Internasional yang sangat berpengaruh, yakni bahasa Inggris dan bahasa Jerman. Sebenarnya tiga, yakni Bahasa Mandarin. Jika Bahasa Mandarin dianggap sebagai Bahasa Internasionalnya kawasan Asia, bahasa Jerman untuk Kawasan Eropa. Saya tidak berminat dengan Bahasa Mandarin dan rasa-rasanya saya sudah menggunakan Bahasa Inggris selama setengah umur hidup saya, tapi belum juga fasih. Saya sudah merasa mentok. Saya merasa tidak akan bisa bersaing bila hanya mengandalkan Bahasa Inggris saja.
Dengan pertimbangan itulah saya memilih Bahasa Jerman. Lagipula, rasanya keren juga kan ya kalau kita bisa bahasa asing Internasional selain bahasa Inggris? Hmm.
Okey, jadi saya memutuskan sambil menunggui ibu saya, saya belajar Bahasa Jerman.
Alasan ketiga: Mempraktekkan Teori 21 hari
Selain itu, saya juga ingin mempraktekkan sebuah teori yang dikenal sebagai teori 21 hari. Menurut teori ini, bila kita ingin memulai belajar sesuatu atau memulai kebiasaan baru, kita bisa memrogram diri kita dan melakukannya secara rutin selama 21 hari.
Saya merasa tertantang.
Saya ingin membuktikannya.
Sebenarnya saya sudah membuktikan itu untuk hal yang lebih ringan, seperti mengganti kebiasaan lama dengan kebiasaan baru.
Akan tetapi saya ingin membuktikannya lagi dengan hal yang lebih berat, yakni: belajar bahasa baru – bahasa Jerman!
Saya memulai “proyek 21 hari” saya itu sekitar bulan Februari 2017.
Terbuktikah?
Jadi kalau ditanya mengapa saya mulai belajar bahasa Jeman? Sebenarnya sekedar iseng dan buat gaya-gayaan. Biar terdengar keren dan mengesankan kalau bisa berbahasa Jerman.
Tidak pernah terpikirkan oleh saya, bahkan sebelum tahun itu berakhir, hanya beberapa bulan setelah ibu saya meninggal, saya pindah ke Bali, kemudian saya berkenalan dengan seorang pria Jerman, kemudian saya harus terpaksa belajar bahasanya untuk bisa tinggal bersamanya di Jerman.
Jadi Bagaimanakah saya Memulai Belajar Bahasa Jerman?
Kalau ada yang bilang, bahwa kursus Bahasa Jerman mahal, memang betul. Tetapi itu bukan alasan, sebab jaman sekarang ada banyak cara untuk belajar. Pada waktu itu, saya memulai belajar bahasa Jerman secara otodidak dan biaya gratis.
Baca juga: Kursus Jerman dengan Native speaker Jerman dengan Biaya Murah
Lewat youtube
Ketika saya memulai belajar Bahasa Jerman, saya belajar dari youtube. Saya memilih beberapa channel yang gampang saya ikuti kemudian memutarnya setiap hari.
Jadi setiap hari saya memutar video-video itu sambil menyiapkan makanan buat ibu saya atau sambil menunggu waktu berlalu.
Belajar Intensif selama 21 hari
Bodohnya saya, saya hanya melakukannya secara intens selama 21 hari. Setelah itu, saya merasa saya sudah bisa. “Ternyata bahasa Jerman itu gampang!” Pikir saya waktu itu. Ternyata bisa saya pelajari hanya dalam waktu 21 hari! Oh, Naïve-nya saya.
Lalu setelah 21 hari, intensitas saya mulai menurun. Dan saya meloncat ke pelajaran lainnya.
Pikir saya, nantilah ketika memang benar-benar diperlukan, saya akan belajar lagi selama 21 hari.
Kira-kira setahun berikutnya (2018), ketika mengurus dokumen pernikahan, saya harus mempelajari bahasa itu secara serius. Dan barulah “wajah asli” Bahasa Jerman terpampang di hadapan saya.
Ternyata, Bahasa Jerman tidak segampang itu, Esmeralda!
Wajibkah kita bisa berbahasa Jerman bila menikah dengan orang Jerman?
Jawabannya ya dan tidak. Bila Anda menikah dengan orang berwarga negara Jerman namun tetap tinggal di Indonesia atau di negara lain yang bukan Jerman, Anda tidak wajib. Akan tetapi bila Anda ingin tinggal di Jerman, berarti Anda memerlukan ijin tinggal di Jerman. Untuk mendapatkan tinggal, Anda memerlukan visa Nasional. Dan untuk mendapatkan visa nasional itulah salah satu persyaratannya adalah sertifikat A1 Bahasa Jerman. Dan selanjutnya, Sertifikat B1 untuk mengajukan Permanent Residence.
Baca: Persyaratan pernikahan dengan orang berwarga negara Jerman
Belajar Lebih Serius
Dalam tahun 2018, saya dua kali berkunjung ke Jerman dengan menggunakan Visa kunjungan Schengen. Visa ini berlaku selama 90 hari dan hanya bisa diajukan lagi setelah 90 hari meninggalkan wilayah Schengen.
Dalam kunjungan ini, saya menggunakan waktu untuk belajar bahasa Jerman secara lebih serius.
Baru pada waktu itu saya menyadari bahwa pada awalnya saya merasa bahasa Jerman itu gampang karena sayanya tidak paham hehe.
Yang saya pelajari dalam 21 hari dalam tahun 2017 waktu itu baru seujung kukunya!
Untuk bisa menggunakan Bahasa Jerman dengan baik dan benar, memang, adalah lebih baik belajar secara formal.
Oleh karena itu, sambil mempersiapkan dokumen-dokumen pernikahan, ketika di Jerman, saya mengisi waktu dengan kursus bahasa Jerman.
Kursus Bahasa Jerman di Hochschule
Hochschule adalah semacam SMK-nya Jerman. Di sini kita bisa belajar apa saja dan memilih jurusan yang sesuai minat kita. Ada pelajaran memasak, komputer, menjahit, juga termasuk kursus bahasa Jerman.
Harganya pun lumayan terjangkau. Tapi waktu itu kursus di Hochschule membuat saya sakit kepala, karena di sini bahasa pengantarnya adalah bahasa Jerman. Rasanya seperti mereka mengajarkan kita hal baru dengan bahasa alien. Saya sangat kesulitan.
Jadi akhirnya kami mencari alternatif lainnya.
Kursus privat dengan Native German
Karena stress dengan kursus di Hochscule, suami mencarikan guru privat. Supaya saya bisa belajar dengan bahasa pengantar bahasa Inggris.
Namun, saat itu tujuannya hanya untuk lulus A1 saja. Jadi, saya berlatih intensif selama 2 bulan sekedar agar saya bisa lulus.
Ketika itu saya harus pulang lagi ke Indonesia untuk memperpanjang Visa, sekaligus semasa di Indonesia, saya mengikuti tes Sertifikat A1 di Goethe Institut Jakarta.
Puji Tuhan bisa lulus dengan nilai yang memuaskan.
Tapi bodohnya saya lagi, setelah itu saya berhenti lagi. Yah, maklumlah kan, setelah itu kami menikah lalu…. masa bulan madu dong hehe.
Padahal untuk tinggal di Jerman, masih ada satu persyaratan lagi, yakni sertifikat B1.
Kursus Gratis bersama para pengungsi
Di kota kami (sebagaimana juga di beberapa kota lainnya di Jerman) ada yang namanya program Integration. Ini semacam kegiatan yang diberikan untuk membantu para warga pengungsi (dari Siria, Afrika, dll.). Kegiatannya antara lain adalah kursus bahasa Jerman dan pelajaran keterampilan khusus.
Atas bantuan ibu guru privat saya, saya boleh bergabung dalam kelompok kursus Bahasa Jerman pemula khusus untuk wanita. Ini diadakan seminggu sekali.
Selain itu ada juga komunitas Deutschstunde, yakni kelompok diskusi bahasa Jerman yang diadakan di perpustakaan kota 2 kali seminggu. Pesertanya siapa saja yang mau belajar bahasa Jerman dan para volunteer, yakni orang Native German yang memberikan waktunya untuk mengobrol sambil belajar Jerman dengan kami.
Semuanya gratis dan bisa diikuti oleh siapa saja yang berminat.
Belajar Bahasa Jerman dari Kehidupan Sehari-hari
Setelah berjibaku belajar bahasa Jerman untuk meraih sertifikat, sekarang ini saya sudah bisa lebih santai.
Mungkin bisa dikatakan, tujuan saya belajar bahasa Jerman dalam tahap ini adalah seperti kembali ke tahap awal dahulu, yakni sekedar iseng dan buat gaya-gayaan! Hehe.
Pressure untuk belajar sudah tidak setinggi yang lalu, ketika mengejar sertifikat A1. Sekarang saya belajar untuk bisa, bukan lagi sekedar untuk lulus dan mendapatkan sertifikat.
Di sini, saya belajar dari kehidupan langsung di Jerman dari percakapan sehari-hari dengan suami, dari menyimak berita-berita di radio, televisi dan internet.
Selain itu juga saya menggunakan aplikasi belajar bahasa. Ini bisa digunakan kapan saja, harganya terjangkau. Dan sangat efektif untuk digunakan di saat-saat kita bersantai. Daripada hanya main di sosmed kan ya.
Pesan saya buat yang baru mulai belajar bahasa Jerman
Jadi begitulah kisah pengalaman saya belajar Bahasa Jerman. Pesan saya untuk yang baru mau memulai:
Tidak ada kata terlambat
Anda bisa memulai pada usia berapa pun juga. Yang terpenting adalah kemauan.
Khusus buat Anda sudah merasa terlalu tua untuk memulai, karena perlu belajar bahasa Jerman sebagai persyaratan menikah dengan orang Warga Negara Jerman, tidak usah berkecil hati. Memang tidak gampang, tapi juga bukan hal mustahil. Belajar itu tidak dibatasi usia. Batasan hanya ada di pikiran.
Belajarlah sedikit demi sedikit.
Belajar bahasa itu adalah pembelajaran seumur hidup. Belajar Bahasa itu mengenai kebiasaan. Sama seperti belajar nyetir. Pelajari dulu teorinya tetapi prakteknya sehari-hari yang jauh lebih penting.
Take your time
Lebih baik belajar 1 kata per hari selama 21 hari, daripada berusaha menghafalkan 21 kata dalam sehari.
Jadikanlah bahasa Jerman bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Jadi, mulailah sedini mungkin. Now!
Baca juga: cara cepat belajar Bahasa Jerman (Artikel Selvi)
Kata kunci: pengalaman belajar bahasa Jerman, kursus bahasa Jerman murah, kursus Jerman dengan Native German, bahasa Jerman untuk pemula.
Sri Masiang
Penulis – Founder Halo Jerman!
Sekarang tinggal di Jerman.
Saya baru belajar bahasa jerman mulai awal tahun ini, untuk kosa katanya sebenarnya ngak sulit dihafalkan.
Cuma struktur kalimat bahasa jerman dan pengucapannya cukup sulit.
Hehe… semoga bisa sampai ke level basic conversational dalam rentang waktu belajar 1 tahun ini.
Vielen dank untuk pengalamannya